Sabtu, 23 Juni 2012

Sinopsis Rooftop Prince Episode 3-1




Dengan gembira nenek membimbing Yi Gak turun dari lantai 2, dan memberitahu Tae Moo yang baru saja datang kalau Tae Young-nya telah kembali.




Tae Moo memandang Yi Gak dan tangannya terkepal namun gementar, teringat bagaimana tangan itu pernah memukul sepupunya hingga jatuh ke laut.


Nenek tak memperhatikan raut muka Tae Moo yang berubah karena dirinya sibuk dengan cucunya yang menepuk-nepuk pundaknya seolah-olah ia bukan neneknya dan mengatakan, “Dengarkan aku, orang tua. Kau salah orang.”


Nenek mengabaikan keanehan  ucapan cucunya dan meminta Tae Young untuk melihat wajahnya sekali lagi, “Ceritakan apa yang telah terjadi padamu. Kau telah kembali ke rumahmu sendiri, tapi mengapa sekarang kau malah bersikap seperti ini?”


Nenek memegang kedua pipi Tae Young, namun segera ditepis olehnya.

Tak tahu sopan santun! Kenapa kau memperlakukanku seperti ini di saat aku baru bertemu denganmu. Bagaimana mungkin kau adalah nenekku?” tanya Yi Gak mulai kasar.


Nenek putus asa mendengar kalau Tae Young tak dapat mengingatnya. Ia memukuli dada cucunya, memintanya untuk kembali ke akal sehatnya.


Tapi Yi Gak malah mendorong nenek dan menyuruhnya untuk minggir. Nenek terjatuh karena dorongan Yi Gak, membuat Tae Moo langsung mencengkeram baju Yi Gak dan bertanya, “Siapa kau sebenarnya?”


Di luar Se Na yang datang dengan Tae Moo bertemu dengan Park Ha yang baru saja datang membawa kardus. Ia bertanya apa yang sedang Park Ha lakukan di sini? 


Park Ha menjawab kalau ia datang karena Ibu meminta bantuannya untuk membantu Se Na memindahkan barang. Se Na serta merta menolak jika Park Ha yang akan membantunya. Tapi Park Ha bersikeras melakukannnya karena ia melakukan ini bukan untuk Se Na melainkan untuk ibu.


Satu sama lain tak ada yang ingin mengalah. Perdebatan mereka tetap akan berlanjut jika tak ada kibasan angin yang mengagetkan mereka. Ternyata kibasan angin itu dari Young Sul yang berlari secepat kilat karena telinganya yang tajam mendengar teriakan Pangeran Yi Gak memanggilnya.


Melihat tuannya dalam posisi terancam, ia langsung memburu Tae Moo dan melemparkannya ke dinding dan mengenai lemari kaca. Park Ha dan Se Na yang menyusul masuk, berteriak kaget melihat Tae Moo terjatuh dengan pecahan kaca lemari di mana-mana.


Park Ha tercengang melihat akibat kerusuhan yang Young Sul hasilkan. Namun berbeda dengan para pengikut Yi Gak, mereka langsung mengamankan pangerannya, dan membawanya pergi. Dengan lunglai, Tae Moo melambaikan tangannya pada Park Ha, memintanya juga ikut pergi.


Kaca pecah berhamburan, seorang nenek pingsan dan orang yang dekat dengan kakaknya didorong jatuh. Park Ha sangat marah, bukan pada Young Sul, tapi pada Yi Gak yang merupakan sumber kekacauan.  Saat lampu merah, ia meluapkan kemarahannya pada pangeran yang malang, disaksikan oleh ketiga pengikut setia yang khawatir pangerannya akan ditelan oleh Park Ha.


“Bukannya bekerja, kau malah berkelahi? Bagaimana kalau mereka meminta ganti rugi? Jika kau selalu berkata kasar, berkelahipun tak akan ada gunanya,” bentak Park Ha.


Yi Gak menyuruh Park Ha untuk diam. Tapi Park Ha tak mau diam. Ia terus mengomeli Yi Gak yang tak suka diomeli apalagi di depan para abdi istananya. Akhirnya Yi Gak berkata keras mengancamnya, “Apa aku harus menyobek mulutmu agar kau bisa diam?!”


Bukannya takut, Park Ha malah mencondongkan badannya dan menantang Yi Gak, “Sobek! Sobek saja mulutku!”


Malah Yi Gak yang panik mendapat serangan Park Ha. Park Ha pun mengancam balik, “Dengarkan baik-baik! Aku hanya akan mengulangi satu kali saja. Jika lain kali kau tetap tak sopan dan berkata dengan merendahkan orang lain, saat itu aku tak akan melepaskanmu.”


Yi Gak terpana mendengar ancaman Park Ha. Ketiga abdinya hanya dapat bergumam kasihan pada Pangeran yang mereka junjung tinggi.


Namun di kala seperti itu, Yi Gak tetap tak mau kehilangan muka. Ia menunjuk lampu lalu lintas dan berkata, “Lampunya sudah hijau. Ayo, jalan!”


Pada kejadian tadi, bukannya nenek marah pada orang yang mirip Tae Young, tapi malah menyalahkan Tae Moo. Kenapa Tae Moo memukul Tae Young, padahal Tae Young sudah menemukan rumahnya? Ia menduga kalau sesuatu telah terjadi saat ia hilang dua tahun yang lalu sehingga Tae Young tak dapat mengingat apapun. Dan sekarang Tae Moo malah mengusirnya keluar.


Sia-sia sajaTae Moo menjelaskan kalau pria tadi bukanlah Tae Young. Nenek yang merasa benar-benar yakin menyuruhnya untuk mencari Tae Young sekarang. Namun ia merubah perintahnya saat teringat kalau Tae Young datang ketika ada perusahaan pemindahan barang. Ia menyuruh Tae Moo untuk memanggil Se Na yang ditugaskan untuk memindahkan barang.


Kepada Se Na, nenek menyuruhnya untuk mencari pria berbaju merah yang pertama datang ke rumah untuk memindahkan barang. Walaupun Se Na ragu, namun ia akhirnya menyanggupi perintah nenek.


Di tempat  penampungan baju bekas layak pakai, Park Ha mulai memilih baju yang akan dipakai oleh pengelana dari Joseon.


Yang pertama adalah Young Sul. Park Ha memilihkan baju yang menurutnya cocok untuk Young Sul. Young Sul menerimanya dengan enggan karena Yi Gak mencemooh apa yang sedang mereka lakukan. Tapi menurut Park Ha, dengan baju mereka yang seragam dan warna-warni, orang-orang akan menganggap mereka aneh.


Selanjutnya Man Bo yang menolak baju ganti, membuat Yi Gak tersenyum senang. Tapi senyumnya jadi cemberut saat Park Ha memberinya baju yang menurutnya sangat cocok dengan ketampanan Man Bo. Man Bo merasa tersanjung akan pujian Park Ha dan menerima baju itu.


Berikutnya Chi San. Tanpa dibujuk pun, Chi San sudah memilih baju berwarna kuning yang blink-blink. Park Ha sedikit ragu dengan pilihan Chi San, tapi ia membiarkannya.


Untuk Yi Gak? Well, karena semua sudah memakai baju yang berbeda, “Tidak masalah jika hanya kau yang memakai baju olah raga,” kata Park Ha cuek dan melenggang pergi.


Chi San berkomentar kalau ia sepertinya lebih suka dengan kehidupan di jaman ini daripada di jaman Joseon.


Selanjutnya adalah memilih sepatu. Park Ha memilihkan sepatu untuk Man BoKali ini Yi Gak melirik-lirik pada tumpukan sepatu sementara Man Bo dan Young Sul mulai mencari-cari sepatu.

Tiba-tiba di musim semi ada salju berterbangan dan ada suara teriakan memanggil, “Yang Mulia..Yang Mulia..!”


Ternyata salju itu adalah dakron jaket Chi San yang sudah sobek. Chi San tak peduli kalau jaketnya mengeluarkan isi (atau jangan-jangan ia berpikir kalau model bajunya seperti itu? Kan seleranya dia agak berbeda), karena ia terburu-buru lari membawakan sepatu boots yang cocok dikenakan oleh seorang raja.


Dan benar saja, mereka semua sangat kagum dengan pilihan Chi San yang kali ini sangat cocok untuk Yi Gak. Bahkan Young Sul dan Chi San bertepuk tangan memujinya.


Tae Moo teringat pada Park Ha, gadis yang selalu muncul ketika Tae Young masih hidup, dan sekarang saat pria yang mirip dengan Yi Gak muncul. Ia menyuruh salah satu bawahannya untuk menyelidiki Park Ha secara diam-diam.


Park Ha membawa Yi Gak dan pengikutnya ke sebuah gedung dan menyuruh mereka berganti baju di kamar kecil (toilet).

Kali ini Yi Gak menurut tanpa banyak syarat dan mereka berjalan masuk ke gedung. Namun tulisan kamar kecil tak terbaca oleh mereka (atau mungkin tulisan hangul-nya berbeda yang berarti mereka buta huruf hangul modern). Mereka malah menemukan ruangan yang dapat membuka sendiri, membuat Young Sul meloncat waspada. Tapi Man Bo, si pemikir, menenangkan mereka karena seperti mobil yang bisa bergerak sendiri maka pintu pun bisa membuka sendiri.


Chi San memeriksa ruangan yang keempat sisinya memiliki dinding dan memutuskan kalau mereka dapat mengganti baju mereka di sana.


LOL. Bisa kebayang hebohnya..


.. saat pintu lift terbuka di depan sebuah gym dengan para wanita yang sedang asyik beraerobik. Mereka langsung heboh ber-uh.. ah.. melihat keempat pria yang bertelanjang dada namun berwajah pucat pasi.


Pintu lift tertutup dan mereka langsung buru-buru memakai baju bekas secepat-cepatnya sambil berteriak bagaimana mungkin pintunya bisa terbuka sendiri?

LOL.


Belum komplit mereka memakai baju, pintu lift kembali terbuka dan mereka pun langsung membeku kembali.

Hehehe.. sepertinya mereka kompakan berpikir kalau mereka berdiam seperti patung, tak akan ada yang menganggap mereka sebagai orang beneran.


Kali ini sekumpulan gadis SMA yang langsung berteriak dengan berbagai respon. Ada yang mengatakan “.. daebak..!”  ada pula yang berteriak “Dasar mesum!” dan ada pula yang langsung mengambil gambar mereka dengan handpone.


Double LOL.


Park Ha yang sudah tak sabar menunggu kemunculan Yi Gak Cs akhirnya masuk ke gedung dan mencari-cari mereka, tapi tak ketemu. Akhirnya ia mendatangi satpam yang sedang mengawasi layar CCTV dan bertanya apakah pak satpam meliat ada empat pria aneh.


Tanpa banyak kata, satpam itu menunjuk pada monitor TV yang sedari tadi asyik ia tonton. Di monitor itu terlihat keempat pria yang Park Ha cari sedang belingsatan memakai baju. Hehehe..lumayan ya, pak, ada tontonan gratis.


Yi Gak dan yang lain, segera menyelesaikan memakai baju, dan bertepatan dengan itu pintu lift terbuka membuat mereka semua kaget. Tapi kekagetan itu berubah menjadi lega ketika mereka melihat hanya Park Ha yang berdiri didepan pintu lift, mencemooh mereka. Kelegaan itu berubah menjadi kekesalan karena merasa dipermalukan dan Yi Gak langsung berteriak,

“Kenapa kau lama sekali datangnya?!”
 LOL, bukannya kebalik, ya? Bukannya Park Ha yang mencari mereka karena kelamaan?


Sama-sama kesal mereka sama-sama mengangkat dagunya tinggi-tinggi tak ada yang mau mengalah. Begitu pula dengan pengikut Yi Gak yang juga merasa dipermalukan.


Tapi tetap saja Yi Gak cs yang harus mengalah karena bagaimanapun juga mereka hanya  menumpang hidup pada Park Ha. Jadi saat truk Park Ha melewati istana Changdeokgung dan Yi Gak menyuruh Park Ha untuk berhenti. Park Ha tentu saja tak mau karena dia sekarang sedang sibuk.


Hehe.. Pangeran bertitah, Park Ha tetap berlalu.


Maka Pangeran pun mogok bekerja (walaupun selama ini ia juga tak mau bekerja). Sementara yang lain mengepel lantai, Yi Gak tetap berdiri dan tak mau melakukan apapun. Sampai akhirnya Park Ha menawarkan solusi, Yi Gak bekerja = pergi ke istana Changdeokgung.


Dan umpan pun diterima. Yi Gak langsung masuk toko dan meminta tongkat pel pada Chi San. Sia-sia Chi San menyembunyikan tongkat pel di balik punggungnya karena Yi Gak sangat keukeuh ingin menyelesaikan pekerjaan.


Para abdi memohon pangeran untuk berhenti bekerja. Mereka berjanji tak akan mengeluh lagi dan bekerja ekstra keras untuk menggantikan Yi Gak. Tapi percuma, Yi Gak tetap mengepel lantai dan mengelap barang-barang toko dengan bersemangat.


Hanya pertumpahan darahlah yang menghentikan Yi Gak dalam bekerja.



Maksudnya setetes darah.


LOL. Mungkin karena tak pernah bekerja dan kulitnya halus dan mulus, telunjuk Yi Gak tergores saat mengelap rak besi.


Hanya setetes, tapi paniknya selangit. Man Bo, si jenius, langsung meminta pangeran agar mengacungkan telunjuknya agar darah (biru)nya tak menetes. Yi Gak pun mengacungkan telunjuknya tinggi-tinggi.


Haduh.. kayak Yi Gak mau menjawab pertanyaan di kelas saja.


Park Ha hanya bisa geleng-geleng melihat ‘kepintaran’ mereka dan mengajari mereka untuk menekan luka di jari agar darah berhenti  keluar. Ia akan membeli obat di apotik dan menyuruh Yi Gak untuk berdiri seperti itu sambil menunggunya kembali. Kepada yang lain, ia menyuruh mereka untuk membersihakan toko sampai kinclong.

Ia pun pergi ke apotik untuk membeli band aid sekaligus mengenalkan diri sebagai pemilik toko diujung jalan yang sebentar lagi akan buka. Ohh.. ternyata toko yang baru saja digosok itu adalah toko Park Ha.


Saat keluar apotik, ia tak sengaja melihat Tae Moo yang berdiri di depan apotik sedang asyik dengan handphone-nya.

Yang tak Park Ha ketahui, sebenarnya Tae Moo telah memperhatikan Park Ha dan yang lainnya sejak mereka ada di toko dan ia berpura-pura berdiri di sana agar Park Ha melihatnya.


Park Ha menyapa Tae Moo dan minta maaf atas kejadian tadi. Dan Tae Moo pun mengajak Park Ha untuk duduk di restoran. Ia bertanya tentang jati diri pria berbaju merah, dan setelah yakin kalau pria itu bukan sepupunya, ia pun memberi ‘jalan keluar’ pada Park Ha.


Walaupun kerusakan yang timbul sangat besar, Tae Moo tak mempermasalahkan barang-barang yang dirusak oleh pria berbaju merah. Tapi keluarganya yang mempermasalahkan, sehingga ia berpesan jika ada orang yang menanyakan tentang keberadaan pria berbaju merah, Park Ha harus mengatakan kalau Park Ha tak tahu keberadaan pria itu.


Tae Moo bahkan memberi voucher VIP dari departemen store milik keluarganya agar dapat dipergunakan oleh Park Ha. Park Ha yang mulanya menolak, akhirnya menerimanya.


Se Na melakukan tugas dari nenek dengan meminta tolong ibunya untuk menghubungi Park Ha. Tapi ibu tak mau,dan mengeluh kalau handphonenya rusak dan tak ada yang peduli padahal ia lusa berulang tahun. Ia menyuruh SeNa untuk menghubungi Park Ha sendiri.


Telepon tak diangkat, maka Se Na pergi ke toko Park Ha. Ia berpapasan dengan pria yang ia cari namun ia tak mengenalinya karena yang ia cari adalah pria berbaju merah bukan pria berjaket biru yang sedang berdiri seperti patung liberty.


Betapa kecewanya Se Na karena saat bertemu Park Ha, Park Ha mengaku tak mengenal pria berbaju merah dan tak tahu keberadaannya sekarang.


Park Ha menemui Yi Gak dan menempelkan band aid di jarinya sambil menjelaskan kalau band aid adalah cara terbaik untuk membalut luka sehingga jari tak akan sakit saat digerakkan. Yi Gak membuktikan ucapan Park Ha,


.. dan mengeluh kesakitan karena jarinya masih terasa sakit.

Ckckck… hanya sakit segitunya aja..


Tae Moo menghibur Se Na yang belum menemukan pria berbaju merah dengan mengajaknya makan di restoran. Ia juga mengajak Se Na untuk berlibur ke Inggris saat musim panas nanti.



Dan Se Na pun bertanya, “ Untuk apa?”


Tentu saja untuk menjenguk ibu Se Na yang menjadi professor di sebuah universitas di Inggris. Buru-buru Se Na berkilah kalau mereka tak perlu ke Inggris untuk menemuinya, karena ibunya akan pulang ke Korea.


Malam harinya, Park Ha mengajarkan bahasa Hangul modern kepada para pengelana Joseon. Dan pelajaran itu berlangsung sampai malam walaupun Young Sul terkantuk-kantuk saat mengikutinya.


Keesokan harinya, Park Ha menepati  janjinya dengan membawa Yi Gak sendiri tanpa para pengikutnya. Ia menyuruh Yi Gak untuk melakukan apa yang ia ingin lakukan secepatnya dan ia pun pergi.


Ditinggal sendirian, Yi Gak melihat-lihat istana Changdeokgung. Memandang jembatan, ia merasa déjà vu, teringat kejadian 300 tahun yang lalu yang masih lekat dalam kenangannya.


Masih teringat olehnya keceriaan Hwa Young saat mereka berjalan-jalan di sana. Senyum manisnya masih terekam dalam pikirannya.


Namun iapun teringat pada rasa sakit di hatinya. Karena di tempat yang sama, di kolam yang berada di bawah jembatan adalah tempat jasad Hwa Young ditemukan.

Tak terasa, air matanya mengalir mengenang semua kenangan itu.


Tak terasa, ada orang yang memperhatikannya dengan simpati bercampur rasa ingin tahu.


Park Ha mendekati Yi Gak yang buru-buru menghapus air matanya. Ia menerima gelas yang disodorkan Park Ha dan mengernyit merasakan pahitnya air yang ia minum.

“Minuman apa ini?” tanyanya tak suka.


“Kopi,” jawab Park Ha pendek.

“Aku tak mau. Kopi ini sangat pahit hingga membuatku mengeluarkan air mata,” kata Yi Gak seolah memberi alasan mengapa menangis.


Ia mengembalikan kopi itu pada Park Ha. Belum sempat Park Ha menerima, tiba-tiba Park Ha mendapat telepon dan Park Ha langsung menyeret Yi Gak pergi.


Benar-benar harus menyeret, karena Yi Gak terbengong-bengong campur khawatir melihat kereta besar yang dapat bergerak.


Di dalam kereta, Yi Gak mencoba mengacuhkan Park Ha yang mencoba mengajarinya cara berbicara yang sopan. Tapi Park Ha tak menyerah. Ia mengungkit tentang tangisan Yi Gak di istana Changdeokgung tadi.

“Aku menangis karena pahitnya kopi yang kau berikan,” Yi Gak mencoba berkelit.

“Kau sudah menangis sebelum kau minum kopi itu,” tukas Park Ha cuek.


Yi Gak langsung memegang pundak Park Ha dan memohonnya untuk tak memberitahukan pada para abdinya. Pemimpin negara tak boleh terlihat galau. Park Ha bersedia melakukannya asal Yi Gak mau menirukan apa yang ia katakan. Ia menunjuk pada petugas restorasi kereta yang membawa makanan dan menyuruh Yi Gak mengatakan apa yang ia katakan,

“Dapatkah saya membeli telur rebus dan soda?”


Dan Yi Gak menirukan dengan suara Park Ha. Lirih, manis, dan seperti wanita, “Dapatkah saya membeli telur rebus dan soda?”

Entah Yi Gak serius belajar dengan nada seperti itu atau ingin membuat Park Ha jengkel, tapi hasilnya sama. Park Ha malah tertawa mendengarnya.


Park Ha ternyata buru-buru pergi karena ada penawaran strawberi  murah (setengah harga!) di sebuah kebun strawberi . Hanya saja ada syaratnya, yaitu strawberinya harus dipetik sendiri.


Park Ha hanya mempunyai dua tangan, jadi ia membutuhkan bantuan tangan yang lain yaitu tangan Yi Gak. Tapi si empunya tangan tak mau meminjamkan tangannya walaupun Park Ha sudah mengancamnya akan mengusir Yi Gak dari rumahnya. Ia malah melenggang pergi. Tinggal Park Ha yang memetik strawberi sambil menggerutu.


Setelah meninggalkan Park Ha di kebun strawberi, Yi Gak berjalan-jalan di desa. Di sebuah rumah, ada papan yang menarik perhatiannya.


Papan yang tergantung didinding itu berisi tulisan hangul kuno, jenis tulisan yang sangat ia kenal. Ia membungkuk, ingin memegang papan itu, namun papan itu malah jatuh dam terbelah dua. Yi Gak terbelalak melihat papan itu jatuh sebelum ia sempat menyentuhnya.


Dan ada 3 kepala beruban yang menyembul dari dalam rumah.


Uuppss!!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar