Saya menangis saat menonton Rooftop Prince Episode 2. Lebih tepatnya mengeluarkan air mata. Karena lucunya buanget!! Jika di episode 1, banyak lompatan waktu yang terjadi dari dua masa, sekarang dua masa itu telah bersatu.
Hasilnya? Air mata saya mengalir.
Sinopsis Rooftop Prince Episode 2
Park Ha sangat ketakutan melihat keempat pria asing di hadapannya. Ia meraih panci dan menyuruh mereka untuk tidak mendekat. Teriakannya semakin keras karena mereka tak mengindahkan kata-katanya dan malah mendekatinya dengan sikap mengancam.
Ia mundur selangkah demi selangkah karena kempat pria itu malah berjalan mendekatinya. Ia terdesak ke tembok, hingga akhirnya bergerak mundur keluar rumah.
Namun begitu di halaman, keempat pria itu malah terpukau oleh pemandangan diluar dan pria berhanbok biru bergumam, “Sinar apa itu?”
Tentu saja di istana tak ada lampu lilin yang seterang yang mereka lihat sekarang.
Tentu saja di istana tak ada lampu lilin yang seterang yang mereka lihat sekarang.
Ketiga pria yang lain juga bengong melihat lampu kota yang tak pernah mati. Pria berbaju biru itu berteriak dengan kata-kata sageuk, menuntut Park Ha untuk memberitahu mereka sekarang mereka ada dimana?
Mendengar pertanyaan konyol itu, tentu saja Park Ha menjawab, “Kau tak tahu? Tentu saja di rumah orang lain!”
Young Sul langsung menghardik Park Ha yang tak sopan pada pangerannya. Dengan mengarahkan pedang ke arah Park Ha, Young Sul menyuruh Park Ha untuk berlutut dan minta maaf sekarang juga.
Melihat pedang terhunus ke arahnya, bukannya takut, Park Ha malah tertawa tak percaya. Apa mereka semua sudah gila?
Melihat pedang terhunus ke arahnya, bukannya takut, Park Ha malah tertawa tak percaya. Apa mereka semua sudah gila?
Park Ha makin yakin mereka semua sudah gila karena pria berhanbok biru itu (masih dengan bahasa sageuk) malah menanyakan jati dirinya? Manusia atau hantu? Ini alam nyata atau alam jadi-jadian? Ia malah mengancam untuk berteriak, semua tetangganya pasti akan berdatangan dan mereka pasti akan langsung ditangkap.
Young Sul yang tak sabar langsung menghunuskan pedang ke arah Park Ha, membuat Park Ha ketakutan dan berlindung di balik panci kecilnya. Hhh.. kayak panci itu bisa jadi tameng aja..
Untung Yi Gak langsung menghentikannya namun ia merasa yakin kalau mereka berada dibawah guna-guna penyihir wanita yang membawa panci ini. Dan ia segera bertitah, “Tak tahu malu! Segera lepaskan kami dari guna-gunamu sekarang juga!”
Mendengar kata-kata itu, Park Ha memandang mereka dengan sedikit dugaan, namun tetap bertanya, “Sebenarnya kalian dari mana? Apa aku perlu mengantar kalian ke suatu tempat?”
Mereka langsung berkumpul dan menunduk macam pemain bola yang sedang time break. Man Bo mengatakan kalau tempat ini sangatlah berbahaya dan sebaiknya mereka harus kembali ke istana. Yi Gak menyimpulkan kalau sebelum pingsan, mereka masih ada di gunung dan pasti gerombolan pengejar itu yang memindahkan mereka.
Yi Gak menegakkan tubuh dan berkata pada Park Ha yang ikut mencuri dengar pembicaraan mereka, “Kau makhluk kecil, dengarkan aku! Kembalikan kami ke istana sekarang juga, dan aku akan mengampuni nyawamu!”
Kasim Chi San berteriak lantang mengumumkan, “Yang Mulia akan segera meninggalkan tempaaattt..!!”
Mereka pun terbengong-bengong melihat rupa kota yang sangat berbeda dengan beberapa menit yang lalu sebelum awan menelan mereka. Yi Gak memegang seatbelt-nya erat, seolah nyawanya tergantung pada seatbelt itu. Sementara itu ketiga pengikutnya duduk di belakang truk pick up, juga terkesima.
Yi Gak menyuruh Park Ha untuk mengantarkannya ke istana. Park Ha pun langsung mengatakan kalau ia akan mengantarkan mereka ke istana Gyeongbukgung. Tapi Yi Gak menyangka Park Ha bergurau karena istana itu telah dibakar habis dan belum dipugar kembali.
“Ternyata kau berpendidikan juga,” puji Park Ha pada Yi Gak yang mengerti sejarah.
“Kalau aku mau, aku akan merobek mulutmu sekarang juga. Tapi aku tak akan melakukannya sekarang. Antarkan aku ke Changdeokgung sekarang juga.”
Meluncurlah truk pick up itu ke istana Changdoekgung. Sesampainya di sana, Park Ha menginjak rem keras-keras, sehingga ketiga pengikut langsung terlempar ke depan.
Yi Gak tak dapat membuka pintu mobil (yaa.. namanya juga pangeran. Jaman dulu, ia tak pernah membuka pintu, sekarang juga begitu). Park Ha yang membukakan pintu untuknya.
Park Ha tertawa sinis melihat Chisan menunggui Yi Gak turun bak seorang raja. Ia menggumam kalau acting sageuk mereka benar-benar meyakinkan. Sebelum pergi, Park Ha berpesan agar mereka segera pulang ke rumah dan hidup secara normal.
Yi Gak tak dapat membuka pintu mobil (yaa.. namanya juga pangeran. Jaman dulu, ia tak pernah membuka pintu, sekarang juga begitu). Park Ha yang membukakan pintu untuknya.
Park Ha tertawa sinis melihat Chisan menunggui Yi Gak turun bak seorang raja. Ia menggumam kalau acting sageuk mereka benar-benar meyakinkan. Sebelum pergi, Park Ha berpesan agar mereka segera pulang ke rumah dan hidup secara normal.
Tapi mereka tak memperhatikan kata-kata Park Ha. Man Bo malah memperhatikan detail kendaraan yang baru saja mereka tumpangi.
Di depan gerbang, layaknya seorang kasim, Chi San berteriak lantang, “Buka gerbangnyaa..! Yang Mulia Pangeran telah tibaa..!”
Gerbang tak dibuka, sirene polisi yang didapat dan teriakan polisi yang menyuruh mereka pergi jika syuting film telah selesai.
Kebingungan karena lampu sorot polisi dan pengusiran itu tapi ingin tetap masuk, mereka hanya mondar mandir di sekitar istana
Akhirnya mereka terjebak di tengah jalan. Panik dan bingung melihat mobil yang bersliweran, apalagi polisi yang tadi lewat dan melihat mereka malah mengganggu lalu lintas.
Polisi itu tak sabar dan menyuruh mereka untuk SEGERA pergi, membuat mereka terpencar dan kehilangan satu sama lain.
Polisi itu tak sabar dan menyuruh mereka untuk SEGERA pergi, membuat mereka terpencar dan kehilangan satu sama lain.
Sudah terpencar, hujan pula. Lapar pula. Klop sudah penderitaan Pangeran Yi Gak. Ia jadi ngiler ketika melihat dua anak SMA sedang menikmati hangatnya Pop Mie dan tak sadar kalau ia memasang wajah nafsu.
Ia tersadar setelah kedua remaja itu menatapnya dengan pandangan aneh dan berpindah ke tempat duduk lain.
Ia tersadar setelah kedua remaja itu menatapnya dengan pandangan aneh dan berpindah ke tempat duduk lain.
Akhirnya ia masuk toko dan menyuruh penjaga toko untuk memberikan makanan seperti yang dimakan kedua remaja tadi dan akan membayarnya besok. Penjaga toko itu hanya bisa mengucap ‘Ha?’ dan sesuai jamannya dulu, kata-kata itu sangat tak sopan. Ia berteriak marah dan menyuruh untuk menyajikan mie itu SEGERA!
Penjaga toko itu menggelengkan kepala dan bergumam, “Daebak!”. Dan ia pun memencet 112 dan mengusirnya keluar.
Panggilan 112 pun datang, dengan polisi yang sama dan Man Bo, Young Sul dan Chi San yang keluar dari pintu belakang.
Panggilan 112 pun datang, dengan polisi yang sama dan Man Bo, Young Sul dan Chi San yang keluar dari pintu belakang.
Polisi itu tak percaya akan ‘keberuntungan’ yang ia temui hari ini dan bergumam kesal, “Apa aku sedang masuk TV, ya?”
Hihihi.. takut ada Uya Kuya di Jebakan Betmen, ya..
Akhirnya mereka terjeblos ke dalam penjara. Sementara Park Ha merasa happy go lucky. Ia memasang alarm di pintu depan. Saat subuh ia ke pasar untuk membeli bahan makanan dan mengirimnya ke restoran-restoran.
Ia juga mengantarkan sayuran untuk kakaknya Se Na. Tapi betapa terkejutnya ia. Bukannya melihat Se Na, ia melihat seorang pria di apartemen Se Na.
Ia juga mengantarkan sayuran untuk kakaknya Se Na. Tapi betapa terkejutnya ia. Bukannya melihat Se Na, ia melihat seorang pria di apartemen Se Na.
Se Na kaget melihat Park Ha dan bertanya apakah Tae Moo yang membukakan pintu untuknya? Tae Moo malah bertanya mengapa Park Ha memanggilnya kakak? Apakah gadis itu adiknya?
Se Na berkelit kalau Park Ha hanyalah kenalannya yang dulu pernah ia bantu dan ia sering mengirimkan sayuran untuknya.
Betapa takutnya ia saat ia teringat kalau gadis itu adalah gadis yang ditaksir oleh Tae Young sesaat sebelum ia meninggal.
Pagi harinya, polisi itu kaget menemukan mereka lagi di dalam penjara, karena sebelumnya ia sudah melepaskan mereka. Teman kerjanya melaporkan kalau mereka ditangkap karena memasuki lokasi wisata Changdeokgung tanpa tiket.
“Do Chi San, kelahiran tahun Gyung Oh di hari ke-9 di bulan musim dingin.”
“Song Man Bo, hari ke-21 bulan ke-3, tahun Shin Mi.”
Pak Polisi menatap Yi Gak menunggu jawaban darinya. Ditunggu tak kunjung ada jawaban darinya. Akhirnya dengan tampang jaim Yi Gak menjawab, “Aku adalah Pangeran Mahkota. Itu saja sudah cukup”
Mendengar jawaban aneh itu, Pak polisi hanya bisa mendesah galau dan yang ia tulis di form identitas : “Sekumpulan pengacau gila.”
Ia menanyakan informasi penanggung jawab. Tapi mereka tak tahu apa yang dimaksud, mereka menolak menjawab. Tapi akhirnya polisi itu dapat mengambil informasi karena air liur keempat pengacau itu menetes melihat salah satu polisi sedang sarapan. Sarapan = informasi. Tak ada informasi berarti tak ada sarapan.
Dengan rangsangan seperti itu, tentu saja mereka mau memberikan. Tapi informasi penanggung jawab itu seperti apa? Dengan dialek sageuk, Pak Polisi mengatakan alamat (hah?), no telepon (hah?), atau apa saja bahkan plat nomer mobil pun bisa.
Man Bo yang cerdas dan mampu mengingat, langsung teringat dengan nomor truk Park Ha dan langsung menggambarnya.
Park Ha yang semula happy go lucky terkejut tak menyangkan akan melihat keempat makhluk asing itu berdiri di depan rumahnya. Saking terkejutnya, saat ia ditanya apakah Park Ha mengenal mereka, dengan polos Park Ha menjawab iya.
Buru-buru ia langsung mengkoreksinya. Tapi terlambat. Pak Polisi itu amat sangat lega karena dapat menyerahkan keempat pengacau gila itu ke orang lain. Jadi begitu keempat orang itu sudah diserahkan, maka iapun buru-buru kabur.
Tinggal Park Ha yang menatap garang kepada empat orang itu. Bersikap tak peduli, Park Ha langsung masuk ke halaman. Tapi Chi San pingsan dan Man Bo yang menangkapnya membalas tatapan Park Ha dengan memelas dengan tambahan kalau mereka tak makan selama dua hari.
Mana Park Ha tahan mendapat tatapan seperti itu?
Maka ia perbolehkan mereka masuk bahkan memasakkan omurice (omelet + rice = nasi bungkus dadar telor) untuk mereka.
Maka ia perbolehkan mereka masuk bahkan memasakkan omurice (omelet + rice = nasi bungkus dadar telor) untuk mereka.
Namun walaupun makanan telah tersaji, mereka tak langsung makan. Mereka tak pantas makan bersama Pangeran, bahkan satu meja dengannya. Man Bo langsung menyuruh Park Ha menyiapkan meja terpisah untuk mereka bertiga. Dan Park Ha memandang Man Bo seperti, “hah? Emang kamu beneran sudah gila ya.”
Melihat kepatuhan ketiga orang pada pria berhanbok biru itu, Park Ha berkata lebih pada dirinya sendiri kalau baru kali ini ia melihat orang aneh seperti mereka. Ia juga menyuruh mereka untuk segera pulang setelah menyelesaikan makanan itu dan jangan kembali lagi.
Ia beranjak pergi mengambilkan gelas dan botol minum. Betapa terkejutnya ia saat ia berbalik, makanan itu sudah tandas. Yi Gak bertanya apa makanan yang baru saja ia makan ini? Masih terpukau dengan apa yang dia lihat, ia menjawab “Omurice.”
Yi Gak menirukan kata-kata Park Ha, "Omuraiiiseee..." Dan ketiga orang itu dengan takzim berkata serentak, “ Omuraiiiseee..." seolah itu adalah nama dewa yang baru. Pangeran Yi Gak pun melanjutkan, “Untuk pertama kalinya sejak aku berada di tempat ini, aku merasa bahagia.”
Dengan ketakziman yang sama, ketiga pengikut Yi Gak langsung bersujud dan berkata, “Terima kasih, Paduka Yang Mulia.”
Park Ha hanya bisa terbengong-bengong melihat kegilaan itu. Namun kebengongan itu tak lama, karena ia dipanggil oleh ibu kosnya. Ia menyuruh keempat tamunya untuk tak menyentuh apapun di dalam rumah.
Begitu Park Ha menghilang, Man Bo, Chi San dan Young Sul langsung menunduk dan menghabiskan sisa makanan di piring mereka. Begitu pula Yi Gak, hanya saja Yi Gak lebih sopan. Ia menggunakan sendok untuk mengambil sisa makanan di piringnya.
Park Ha dipanggil oleh ibu kosnya karena ada tetangga baru yang menyewa tempat di sampingnya, yaitu Lady Mimi yang menjadi teman sekamar Becky.
Mungkin saya salah, tapi sepertinya mereka itu bukan asli Korea, deh. Dan sepertinya Lady Mimi dapat membaca wajah karena ia mengatakan kalau wajah Park Ha memiliki hoki dan nantinya ia akan dikelilingi oleh pria-pria tampan.
Padahal di rumah Park Ha terjadi kericuhan. Sesuatu yang bagi kita sederhana, bagi mereka luar biasa. Yaitu tutup botol yang berulir. Young Sul yang kekuatannya seperti banteng, harus mengeluarkan tenaga bantengnya untuk membuka botol air itu. Tapi bagaimanapun tutup botol itu ditarik, tetap tak bergeming.
Chi San menyuruh Young Sul untuk segera membukanya karena Yang Mulia sudah sangat haus. Man Bo membantunya dengan menarik tutupnya sementara Young Sul memegangi botolnya. Tutup tak terbuka, malah Man Bo yang terjatuh dan menginjak remote TV.
Suara desingan panah terdengar dan mereka kaget saat melihat ada panah yang mengarah kea rah mereka. Young Sul langsung berteriak melindungi Yi Gak, namun panah itu tetap meluncur kea rah mereka hingga ia harus menendang TV dan menghancurkannya.
Musuh sudah mati, tapi musuh baru muncul. Suara wanita yang mengatakan kalau nasi telah matang (magic jar) membuat semua waspada dan mencari sumber musuh itu.
Target ditemukan, dan Young Sul langsung membunuh wanita itu dengan melemparkannya ke lantai, membuat sebuah lampu pemanas terjatuh dan membakar tirai rumah.
Lady Mimi adalah seorang penulis webtoon dan menyukai tempat ini karena tempatnya tenang. Ibu kos mengatakan kalau mereka harus menjaga barang-barangnya agar tak terjadi kebakaran. Park Ha membenarkan. Ia sudah melakukannya.
Terjadi kebakaran. Mereka semua panik, dan mencari air kesana kemari. Man Bo menemukan air di kamar mandi, di kloset tepatnya, tak menemukan wadah, ia mengambil air dengan tangannya (ewww) ..
.. dan lari keluar kamar mandi dan menyemburkannya lewat mulut (hueekkk).
.. dan lari keluar kamar mandi dan menyemburkannya lewat mulut (hueekkk).
Namun lagi-lagi Man Bo terjatuh dan menginjak boneka beruang besar dan beruang itu berkata ‘Aku cinta kamu.. Aku cinta kamu’ membuat mereka ketakutan. Dengan gagah berani Young Sul langsung bertempur melawan beruang itu. Ia melemparkan beruang itu ke atas, dengan pedangnya beruang itu tercabik-cabik hingga hancur.
Bersamaan dengan itu, Park Ha datang dan berteriak kaget. Ia langsung meraih tabung pemadam dan menyemprotkan ke arah mereka, mematikan api sekaligus mematikan keempat orang itu.
Hehe.. nggak ding, mereka nggak mati. Hanya shock karena disemprot hingga badan mereka putih. Tapi shock mereka kalah dengan kemarahan Park Ha karena rumah mereka hancur lebur.
Tentu saja reflek pertama seorang kstaria setelah menghancurkan rumah orang adalah berjingkat-jingkat pergi meninggalkan rumah itu.
Tapi bukan Park Ha kalau tidak dapat menghentikan para pengacau itu. Pedang panjang dan tajam? Lewat.Dengan garang ia menyuruh mereka untuk bertanggung jawab akan kericuhan yang mereka buat. Yi Gak mencoba protes, tapi Park Ha mengatakan kalau katanya mereka adalah bangsawan yang malah minta makan padanya. Eh.. sekarang malah menghancurkan rumahnya.
“Jadi apa yang kau inginkan?” tanya Yi Gak.
Melepaskan baju.
Nggak juga. Park Ha meminta mereka melepaskan baju dan tinggal sementara di dalam rumah, membersihkan kekacauan yang mereka timbulkan. Jangan menyentuh apapun atau menimbulkan masalah. Jika tidak ia akan memanggil polisi yang memenjarakan mereka kemarin. Apa mereka mau?
Tangan mereka serentak melambai, menolak ide penjara. Di abad joseon maupun abad 21, penjara tetaplah sama. Nggak enak.
Ia segera pergi ke binatu dan menyerahkan hanbok pada pemilik binatu. Ia menelepon kantor polisi, jika ada keluarga yang melaporkan kehilangan sanak keluarganya yang mungkin sedikit gila dan melarikan diri. Betapa kecewanya mendengar tak kalau tak ada laporan. Heheh.. emang mungkin ada kabur masal dari empat orang yang kegilaannya juga masal?
Pemilik binatu terkagum-kagum melihat hanbok yang dicucikan oleh Park Ha dan bertanya kapan Park Ha akan mengambil cucian ini? Park Ha mengatakan kalau ia bukan ingin mencucinya, tapi menyimpan hanbok itu di tempat binatu.
Park Ha menyamakan keempat pria asing itu seperti cerita Peri dan Penebang Kayu. Jika di Indonesia adalah cerita rakyat Joko Tarub (penebang kayu) dan Nawang Wulan (peri) dengan ia sebagai Joko Tarubnya. Apakah Park Ha adalah perinya? Dengan nada dendam ia mengatakan ia bukan peri tapi penebang kayu yang akan membuat para peri itu bekerja keras untuknya.
Selama ia menyimpan hanbok itu, ia memberikan gantinya, baju olahraga berbeda warna untuk mereka pakai. Seperti mengajarkan pada anak kecil, ia harus mengajarkan bagaimana menutup baju dengan risleting.
Namun tentu saja anak kecil tak akan membuat pipinya bersemu kemerahan saat ia bencontohkan bagaimana cara menarik risleting.
Dan sekarang saatnya penebang kayu menjadikan para peri sebagai budak. Park Ha memebawa mereka ke pasar dan menyuruh mereka mengangkat semua karung yang berisi kubis yang harus ia kirimkan ke restoran. Tapi hanya Man Bo, Chi San dan Young Sul yang bekerja. Yi Gak menolak untuk bekerja. Park Ha menghitung kerugian yang mereka timbulkan (720 ribu won) dan mereka harus mengganti dengan tenaga yang mereka punyai.
Man Bo bertanya berapa lama mereka harus bekerja? Rupanya Park Ha memberikan baju dengan berbagai warna untuk memudahkannya memanggil mereka, “Ahh.. rupanya Paman Hijau ini cepat tanggap, juga.” Upah harian mereka 30 ribu won. Namun karena ada satu orang menolak untuk bekerja -ia melirik tajam pada Yi Gak- maka mereka harus bekerja selama 8 hari.
Yi Gak bertanya kemana Park Ha menyembunyikan baju-baju mereka dan menyuruhnya mengembalikannya sekarang juga. Tapi Park Ha tak menghiraukannya, malah menyuruh Paman Kuning untuk menerima lemparan dengan baik. Ia menyindir kekuatan Paman Kuning yang tak seperti pria.
Yi Gak kembali mengulang titahnya, tapi Park Ha tetap tak menghiraukannya. Ia berkata selama utang belum lunas, hanbok tak akan kembali. Ia kembali meneriaki Chi San karena menjatuhkan karung kubis lagi, membuat Yi Gak kesal.
Tae Moo dan Se Na makan siang bersama dan Se Na bertanya mengapa makan di restoran yang dekat kantor? Apakah Tae Moo tak takut dipergoki oleh orang kantor?
Tapi bukan itu yang dikhawatirkan Tae Moo sekarang. Ia malah bertanya tentang gadis yang ditemuinya tadi pagi. Sepertinya ia pernah menemuinya di luar negeri. Apakah gadis itu pernah belajar keluar negeri?
Buru-buru Se Na membantahnya walaupun wajahnya menunjukkan sikap was-was. Seumur hidupnya Park Ha tinggal di desa dan baru kali ini ke Seoul. Tae Moo langsung merasa lega dan menyuruh Se Na untuk mulai makan.
Buru-buru Se Na membantahnya walaupun wajahnya menunjukkan sikap was-was. Seumur hidupnya Park Ha tinggal di desa dan baru kali ini ke Seoul. Tae Moo langsung merasa lega dan menyuruh Se Na untuk mulai makan.
Setelah makan siang, Se Na menjenguk nenek yang dirawat di rumah sakit namun bukan sebagai pacar Tae Moo, karena Se Na adalah sekretaris di perusahaan tempat Tae Moo bekerja. Nenek menyuruh Se Na untuk tak memberitahukan penyakitnya ini pada Tante, karena Tante pasti akan merasa khawatir.
Saatnya makan siang dan mereka makan ramen. Keempat pengelana itu meniru semua yang dilakukan Park Ha (bahkan juga menggigit sumpit dan mencoba membuat corong dari tutup ramen gelas), membuat Park Ha kesal dan menyuruh mereka makan saja langsung dari gelasnya. Belum sempat ia meneruskan makan, terdengar suara yang membuat para buruh terlonjak kaget dan waspada.
Yi Gak heran melihat kelakuan mereka, dan bertanya-tanya sendiri apakah mereka ini sedang akting atau beneran? Ternyata Se Na yang menelepon, ingin bertemu dengannya malam ini. Tapi karena Park Ha harus bekerja di pasar nanti malam, ia menawarkan untuk bertemu dengan Se Na sekarang.
Maka ia membawa para pekerjanya ikut ke rumah sakit, tempat ia akan bertemu dengan Se Na. Tak menghiraukan keluhan Yi Gak yang sudah lelah dan ingin beristirahat, Park Ha menyuruh mereka untuk tetap tinggal di tempat mereka berdiri sekarang dan jangan pergi kemanapun. Kalau ia kembali dan tak melihat mereka berada di tempat ini, ia akan langsung pergi meninggalkan mereka.
Mendengar ancaman itu, Yi Gak langsung berfantasi lagi kalau ia akan menghukum Park Ha kali ini dengan siksaan jepitan kaki. Hehe.. sepertinya fantasinya membuat hati Yi Gak tentram.
Park Ha sangat senang bertemu dengan Se Na. Jadi ketika Se Na mengungkit kejadian tadi pagi di apartemennya, Park Ha mengatakan kalau ia sudah dewasa dan juga pernah tinggal di luar negeri. Jadi ia tak akan mempermasalahkan hal itu.
Tapi bukan hal itu yang dipermasalahkan Se Na. Se Na menginginkan Park Ha untuk tak lagi datang ke apartemennya. Mereka baru bertemu lagi dua tahun yang lalu, dan ia merasa hubungan mereka sudah terlalu dekat. Mereka bukan saudara kandung, dan hendaknya Park Ha tak perlu sedekat ini dengannya atau dengan ibunya. Jangan memanggil ibunya dengan sebutan ibu, dan jangan memanggilnya dengan sebutan kakak.
Jika mendapat kesulitan, jangan meminta bantuan mereka. Karena jika mereka menolong Park Ha, akan sia-sia bagi Se Na dan ibunya, tapi jika tak menolong maka mereka akan merasa tak enak. Jadi mulai sekarang Park Ha diminta menjaga jarak dengannya dan ibunya.
Whoaaa… So B**CH!
Park Ha terhenyak kaget. Apakah ia melakukan sesuatu yang salah? Mendengar pertanyaan ini, Se Na menjawab, “Kalau kau melakukan sesuatu yang salah, kau hanya perlu memperbaiki kesalahanmu. Tapi bukan itu masalahnya. Ini masalah tentang memaksa menjalin sebuah hubungan, padahal hubungan itu tak seharusnya terjadi.”
Park Ha terhenyak kaget. Apakah ia melakukan sesuatu yang salah? Mendengar pertanyaan ini, Se Na menjawab, “Kalau kau melakukan sesuatu yang salah, kau hanya perlu memperbaiki kesalahanmu. Tapi bukan itu masalahnya. Ini masalah tentang memaksa menjalin sebuah hubungan, padahal hubungan itu tak seharusnya terjadi.”
Yi Gak yang sedang menunggu Park Ha di luar melihat sekilas wajah Se Na yang sedang duduk di dalam gedung. Ia langsung mengenalinya sebagai istrinya dan berteriak dari luar memanggil-manggil istrinya. Ia berlari mengikuti Se Na ketika Se Na beranjak pergi dari kursinya. Namun istrinya seperti tak mendengarnya.
Ia terus berteriak memanggil istrinya yang malah berjalan menjauhinya. Yi Gak tak menyerah. Teriakannya semakin keras dan ia pun berlari menghampiri istrinya
Ia terus berteriak memanggil istrinya yang malah berjalan menjauhinya. Yi Gak tak menyerah. Teriakannya semakin keras dan ia pun berlari menghampiri istrinya
Park Ha masih shock dengan kata-kata kasar yang diucapkan Se Na. Namun rasa shocknya itu tak berlangsung lama karena ia melihat ketiga pekerjanya berlari dengan khawatir.
Yi Gak bangun dari pingsan dan langsung memanggil-manggil istrinya kembali. Tak menemukan istrinya, ia berlari keluar, namun istrinya sudah tak ada. Ketiga pengikutnya berlutut di hadapannya mendengarkannya. Yi Gak yakin kalau ia tadi melihat putri mahkota dan ia harus menemukannya.
Tapi sebelumnya ia harus berhadapan dengan Park Ha yang marah karena sekali lagi ia harus mengeluarkan uang untuk Yi Gak berobat ke rumah sakit. Ia memencet hidung Yi Gak yang terbalut plester dan tak menghiraukan ketiga buruh yang hendak menghentikannya.
Yi Gak melepaskan tangan Park Ha dari hidungnya dan berkata, “Aku sudah tak tahan lagi!” Tapi Park Ha tak mempedulikan ancaman Yi Gak, malah memencet hidung Yi Gak lebih keras lagi.
Park Ha menyuruh Yi Gak untuk tetap duduk di ruang rontgen, menunggu panggilan untuk dirontgen. Sementara ia akan menyelesaikan pembayaran.
Yi Gak duduk diam menuruti perintah Park Ha. Secara kebetulan nenek lewat dengan kursi roda dan melihatnya. Matanya terbelalak melihat Tae Young-nya hidup kembali. Ia segera berbalik kembali melihat ruangan itu, tapi Tae Young-nya telah lenyap.
Hal ini membuat nenek menyimpulkan kalau hal itu pertanda ia harus melepas kepergian Tae Young. Ia mengatakan hal ini pada keluarganya. Ayah Tae Moo mengusulkan kalau Tae Moo akan tinggal di rumah nenek. Tae Moo ragu-ragu, namun mengatakan kalau jika nenek mengijinkan, ia akan tinggal di rumah ini untuk menjaga nenek.
Yi Gak dan yang lain berdiskusi dan menyadari kalau mereka benar-benar melintasi waktu selama 300 tahun untuk alasan yang belum diketahui. Tapi karena ia melihat sosok istrinya pada seorang wanita yang ada di jaman sekarang, ia menyimpulkan kalau kunci dari misteri kematian istrinya pasti ada di jaman ini. Dan karena mereka muncul di rumah ini, jalan keluar untuk kembali ke jaman mereka tentunya dari rumah ini. Maka mereka tak boleh meninggalkan rumah ini sampai mereka kembali ke istana.
Haha.. untung Park Ha tak mendengar diskusi mereka, kalau tidak ia bisa sangat marah.
Tapi Park Ha memang muncul, tapi untuk meneriaki mereka agar tak berisik dan segera masuk rumah, karena mereka harus sudah bekerja pagi-pagi sekali. LOL.
Namun Park Ha tak dapat memejamkan mata. Ia selalu teringat pada kata-kata Se Na yang menusuk hati. Ia akhirnya keluar rumah untuk menenangkan diri dan menemukan Yi Gak yang sedang berdiri di halaman
Ternyata Yi Gak juga tak dapat tidur karena teringat pada wajah wanita yang mirip sekali dengan istrinya, dan ia pun juga keluar rumah.
Yi Gak bertanya mengapa Park Ha tak tidur? Park Ha beralasan ada yang mendengkur sangat keras sehingga ia tak dapat tidur. Ketika ia mengembalikan pertanyaan itu pada Yi Gak, Yi Gak menjawab dengan bahasa planet lain (yaitu bahasa inggil era Joseon) yang diartikan dengan bahasa sekarang adalah perasaan hatinya sedang tak enak.
Park Ha memiliki jalan keluarnya. Ia mengambil soju dan whipped cream yang ia sembunyikan dari balik pot bunga dan mengatakan kalau ini adalah pemecahannya. Kali ini Yi Gak setuju dan mengatakan kalau ia sudah lama tak minum-minum.
Namun Park Ha mengajari minum dengan cara lain. Ia mencontohkan. Setelah Yi Gak minum soju, Park Ha menyemprotkan whipped cream ke dalam mulut Yi Gak. Yi Gak menyukai rasa pahit dan manis yang bercampur di dalam mulutnya.
Park Ha meminum soju dan whipped cream untuk dirinya sendiri, dan Yi Gak ingin mencobanya sekali lagi. Tapi ia menekan semprotan whipped cream terlalu lama sehingga whipped cream yang keluar tak dapat ia tampung di mulutnya sehingga wajahnya belepotan whipped cream.
Park Ha menertawakan Yi Gak yang tak bisa melakukan dengan benar. Ia mencontohkan sekali lagi, namun malangnya kali ini ia bersin dan whipped cream berhamburan ke wajahnya.
Park Ha menertawakan Yi Gak yang tak bisa melakukan dengan benar. Ia mencontohkan sekali lagi, namun malangnya kali ini ia bersin dan whipped cream berhamburan ke wajahnya.
Yi Gak memperhatikan wajah Park Ha yang memerah karena soju. Tanpa ba-bi-bu, tangannya memegang pipi Park Ha yang hangat kemerahan, membuat Park Ha salah tingkah. Ia bertanya apa yang sedang Yi Gak lakukan?
Masih dengn memegang pipi Park Ha, Yi Gak menjawab, “Nyaman sekali,” ia beranjak mendekatinya dan meneruskannya dengan lembut, “tanganku sekarang sudah tak terasa dingin lagi.”
Gubrak!
Park Ha kesal dan menjauhkan pipinya dari tangan Yi Gak dan bertanya berapa umurnya sekarang (karena Yi Gak bersikap tak sopan padanya). Yi Gak menjawab pendek, 300 tahun lebih tua dari Park Ha.
Mendengar hal ini Park Ha bertanya, “Aku akan menjaga rahasia. Tapi apakah kau memang berasal dari Joseon?”
Yi Gak mengangguk.
Joseon atau bukan dari Joseon, akhirnya Park Ha mengajarkan bagaimana kebiasaan orang-orang sekarang. Yaitu sebelum mandi, sikat gigi. Ia mencontohkan bagaimana menyikat gigi yang benar.
Okey.. Taruh pasta gigi, sikat gigi, kumur dengan air dan telan.
Park Ha mengajarkan bagaimana cara buang air kecil. Yaitu di kloset. Buang, dan siram..!
Memanaskan makanan : dengan microwave.
Membuat api untuk memasak : dengan satu kali putar, ta raaa…!
Pengelana dari Joseon : Waaaaa..!!
Dan pengetahuan berikutnya : Lalu lintas. Park Ha mengajari menyeberang. Lampu merah untuk stop (Yi Gak yang berbaju merah, langsung berpose untuk stop) dan lampu hijau untuk maju. Saat lampu berwarna hijau, Man Bo yang berbaju hijau langsung maju diikuti dengan yang lain.
Mereka kemudian belajar naik bis dan semua menunggu Yi Gak untuk duduk baru mereka duduk. Park Ha menghela nafas melihat kakunya tata karma mereka. Tapi ia berteria kaget melihat kaki mereka yang sekarang tak bersepatu. Ia langsung meminta supir bis untuk berhenti. Kemana sepatunya?
Sekarang berbelanja. Park Ha mengajarkan mata uang yang berlaku sekarang. Ia menunjukkan selembar uang won, dan keempat pengelana itu langsung bersujud di hadapannya dan berteriak dengan penuh hormat, “Yang Mulia!”
Park Ha mendapat telepon dari ibunya yang meminta tolong Park Ha agar mau mengangkut barang-barang atas permintaan Se Na. Ia mencoba mencari truk pengangkut tapi tak ada yang dapat melakukannya. Park Ha yang tak enak karena peringatan Se Na kemarin, mencoba mengelak, tapi ibu tetap memaksa. Akhirnya Park Ha menyetujuinya.
Setelah menutup telepon, ia mencari keberadaan empat pengelana Joseon. Ternyata mereka mencoba menaiki tangga yang dapat berjalan dan sekarang terjebak di dalamnya. “Cepat! Hentikan benda ini segera.”
Truk Park Ha akhirnya tiba di depan rumah Nenek. Setelah mengebel rumah nenek dan memberitahukan kedatangn mereka sebagai pemindah barang, ia menyuruh Yi Gak untuk menunggu di depan rumah. Ia dan yang lainnya akan mencari kardus-kardus kosong yang digunakan untuk mengepak barang-barang.
Ternyata pembantu rumah tangga sudah membukakan pintu dan menyuruh Yi Gak (sebagai pemindah barang) untuk masuk. Yi Gak menurut saja saat disuruh masuk. Ia dibawa ke ruangan yang ditunjukkan pembantu untuk dipindahkan barang-barangnya.
Komentar :
Sumpah episode ini lucu banget. Komentar saya cuman satu : Daebak..
Haaaa,.,HAa,,.,Ha.,.
BalasHapusDaebak,.!!^_^